Friday, September 24, 2010

'Abaikan Bendera, mereka tidak mungkin bertindak'

Utusan Online



Antara 20 orang penunjuk perasaan membawa pelbagai sepanduk mengutuk penganiayaan pembantu rumah Indonesia yang bekerja di Malaysia, semasa mengadakan tunjuk perasaan di hadapan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, semalam.

--------------------------------------------------------------------------------

KUALA LUMPUR 23 Sept. - Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) hanya pandai mengancam Malaysia tetapi tidak berani untuk melakukan tindakan yang dilaung-laungkan mereka.

Sehubungan itu, Konsul Penerangan Sosial dan Budaya Kedutaan Indonesia di sini, Widyarka Ryananta berharap rakyat Malaysia mengabaikan ancaman berkenaan kerana Bendera tahu mereka tidak akan terlepas daripada undang-undang jika benar-benar bertindak.

Katanya, rakyat negara ini boleh menyaksikan sendiri bahawa semua ancaman yang dibuat Bendera sebelum ini tidak pernah dizahirkan termasuklah rancangan untuk menawan Malaysia pada 8 Oktober tahun lalu.

"Abaikan Bendera, mereka hanya berani menyampaikan ancaman sahaja dan tidak mungkin bertindak.

"Polis Indonesia sendiri telah mengawal kediaman Duta dan Kedutaan Malaysia di Jakarta, sudah-sudahlah... mereka tidak mewakili aspirasi majoriti rakyat Indonesia," katanya kepada Utusan Malaysia, di sini hari ini.

Kelmarin, kira-kira 500 rakyat Indonesia yang digerakkan oleh Bendera melancarkan protes bermotosikal di luar kediaman Duta Besar Malaysia di Jakarta untuk mengutuk penderaan ke atas pembantu rumah Indonesia oleh majikan di negara ini.

Berang dengan kes terbaru membabitkan rogol dan dera terhadap seorang pembantu rumah Indonesia, mereka mengepung kediaman Datuk Syed Munshe Afdzaruddin Syed Hassan dan mendesak beliau meninggalkan Indonesia dalam masa dua hari.

Mereka juga mengancam untuk merayau-rayau di sebuah gedung membeli-belah berdekatan dan mengarahkan mana-mana rakyat Malaysia yang dijumpai supaya pulang ke Malaysia.

Dalam perkembangan berkaitan, Widyarka menyeru rakyat Malaysia supaya memahami bahawa demonstrasi merupakan salah satu bentuk kebebasan bersuara yang dilindungi undang-undang Indonesia.

Katanya, di Indonesia demonstrasi adalah perkara biasa dan ia tidak perlu diberi perhatian yang berlebihan.

"Untuk pengetahuan saudara, hari ini sahaja ada lapan demonstrasi di Jakarta, tidak termasuk di wilayah-wilayah lain.

"Ada yang berdemonstrasi di hadapan Istana Presiden dan kementerian dengan pelbagai isu yang berbeza," katanya.

Ditanya adakah kebebasan bersuara turut menghalalkan perbuatan membakar Jalur Gemilang sebagaimana yang pernah dilakukan Bendera sebelum ini, beliau menegaskan ia bukannya bendera dalam erti kata sebenar sebaliknya hanya lukisan mirip bendera.

"Jika Jalur Gemilang dari Kedutaan Malaysia di sana yang diambil dan dibakar, pasti mereka akan dikenakan tindakan tegas," katanya.

Thursday, September 23, 2010

Ancam halau duta
Utusan Online

SEORANG pelampau Indonesia memegang sepanduk dengan imej watak kartun popular Malaysia Upin dan Ipin dengan perkataan ‘Maaf!!! Perjalanan Anda Terganggu. Ada Sweeping Warga Malaysia’ di hadapan kediaman rasmi Duta Malaysia di Jakarta, Indonesia, semalam. – AFP




Kediaman Duta Besar Dikawal Rapi oleh anggota polis Malaysia daripada diceroboh penunjuk perasaan

--------------------------------------------------------------------------------


JAKARTA 22 Sept. – Kira-kira 500 rakyat Indonesia melancarkan protes bermotosikal di luar kediaman Duta Besar Malaysia di Jakarta hari ini untuk mengutuk penderaan ke atas pembantu rumah dari negara ini oleh majikan di Malaysia.

Berang dengan kes terbaru membabitkan rogol dan dera terhadap seorang pembantu rumah Indonesia, mereka mengepung kediaman Datuk Syed Munshe Afdzaruddin Syed Hassan dan mendesak beliau meninggalkan Indonesia dalam masa dua hari.

Mereka juga mengancam untuk merayau-rayau di sebuah gedung membeli-belah berdekatan dan mengarahkan mana-mana rakyat Malaysia yang dijumpai supaya pulang ke Malaysia.

“Kami mahu Duta Malaysia meninggalkan Indonesia dalam masa dua hari. Jika tidak, kami akan mengeluarkan semua barang di rumahnya.

“Malaysia sudah melampau. Sekali lagi mereka menyeksa dan merogol pembantu rumah kami. Kami sudah hilang sabar. Mereka menghina Indonesia dan rakyatnya,” kata anggota kumpulan Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera), Mustar Bonaventura.

Penunjuk perasaan melaungkan ‘rakyat Malaysia kurang ajar’, menyanyikan lagu kebangsaan dan membawa sepanduk dengan mesej ‘Ganyang Malaysia’.

Tambah Mustar, anggota Bendera akan menghalang rakyat Malaysia yang berbelanja di pusat beli-belah Senayan City agar tidak berada di Indonesia dan keluar dengan segera.
.

Wednesday, September 22, 2010

Bejat, TKI itu Dipaksa Threesome


Senin, 20 September 2010 - 08:56 wib Anton Suhartono - Okezone

Winfaidah (Foto: The Star)



 GEORGE TOWN - Polisi masih menyelidiki apakah tenaga kerja Indonesia (TKI), Winfaidah, yang disiksa dan diperkosa majikannya, adalah korban penjualan manusia (human trafficking).

Deputi Kepala Kepolisian Penang Wira Ayub Yaakob saat mengujungi Winfaidah di Rumah Sakit Penang seperti dikutip The Star, Senin (20/9/2010), mengatakan pihaknya masih menyelidiki apakah dua majikan tersebut melalui prosedur imigrasi yang legal saat mempekerjakan perempuan 26 tahun asal Lampung itu.

Winfaidah mengaku dirinya disiksa dengan cara disiram air panas dan disetrika di bagian punggung hingga kulitnya mengelupas.

Tak hanya itu, dua majikannya juga memaksa perempuan asal Lampung itu melakukan hubungan seksual threesome. Majikan perempuannya bahkan mengancam akan memukuli jika Winfaidah tidak melayani nafsu bejat suaminya.

Dalam catatan kepolisian Malaysia, majiakan laki-lakinya sebelumnya pernah dituntut untuk kejahatan obat terlarang dan aksi kriminal lainnya.
TKI Disiksa, Bendera Ultimatum WN Malaysia


Senin, 20 September 2010 - 13:59 wib Taufik Hidayat - Okezone

Winfaidah (Foto: The Star)


 JAKARTA- Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) mengaku sudah melakukan identifikasi terhadap warga negara Malaysia yang berada di Indonesia. Bendera selanjutnyA meminta warga Malaysia tersebut untuk segera meninggalkan Indonesia.

"Keberadaan mereka sudah identifikasi yang bekerja di Jakarta. Mereka bekerja di Senayan City, Bank Danamon banyak sekali pekerja sebagai IT,"kata Koordinator Bendera, Mustar Bona Ventura di Posko Bendera Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (20/9/2010).

Mustar kembali mengatakan selain memaksa para warga negara Malaysia kembali pulang ke negaranya, Bendera juga mengancam akan melakukan aksi sweeping kembali terhadap warga negara dan aset milik Malaysia.

Hal ini dilakukan menyusul tidak tegasnya pemerintah dalam menangani tindak kekerasan yang dialami para TKI di antaranya adalah Winfaidah TKI asal Lampung.

"Kita akan kumpulkan motor konvoi sekira 1.000 motor untuk mendatangi Kedubes Malaysia, pusat bisnis milik Malaysia," tegasnya. (crl)
Komitmen RI-Malaysia Lindungi TKI Lemah


Selasa, 21 September 2010 - 08:02 wib Insaf Albert Tarigan - Okezone


JAKARTA - Komitmen pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih sama-sama lemah.

Tak heran kasus penyiksaan fisik dan seksual seperti yang dialami Winfaidah masih saja terjadi. TKI asal Lampung itu disiram dengan air panas, disetrika, dan diperkosa berkali-kali oleh majikannya di Penang.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, lemahnya komitmen itu pulalah yang menyebabkan berlarut-larutnya penandatanganan nota kesepahaman mengenai TKI antarkedua negara ini.

Meskipun, Indonesia secara resmi telah menunda atau moratorium pengiriman TKI sejak 26 Juni 2009 karena maraknya kasus kekerasan seperti yang dialami Winfaidah. "Ini sekaligus memperkuat kerentanan warga kita terhadap perlakuan buruk," kata Anis yang tengah berada di Malaysia saat dihubungi Okezone, Senin (20/9/2010) malam.

Adapun kerentanan lain yang dimaksud Anis adalah ketiadaan undang-undang pekerja rumah tangga di Malaysia, sehingga TKI dan juga warga negara lain yang bekerja sebagai pembantu di sektor tersebut tak memiliki perlindungan dan jaminan hukum.

Ironisnya, Indonesia yang sangat berkepentingan juga tak punya undang-undang serupa. Akibatnya, posisi pemerintah selalu lemah dalam diplomasi dengan Malaysia, seperti menyangkut upah minimum TKI, pemberian hari libur dan juga pembukuan rekening.

"Malaysia cukup tanya emang Indonesia punya minimum gaji PRT, penetapan hari libur? Pemerintah enggak bisa njawab," katanya seraya menambahkan rancangan undang-undang mengenai PRT semestinya masuk prioritas legislasi nasional tahun ini namun tiba-tiba dibuang pada saat-saat akhir.

Lebih lanjut, Anis mengatakan, kedua negara masih malu-malu mengakui TKI adalah sektor penting untuk pembangunan ekonomi Indonesia dan Malaysia. Padahal, keberadaan TKI tidak bisa diabaikan sama sekali karena kontribusi mereka sangat besar.(ram)
Malaysia Kecam Keras Penganiayaan TKI


Rabu, 22 September 2010 - 13:40 wib  Anton Suhartono - Okezone


Anifah Aman (Foto: Reuters)

KUALA LUMPUR - Pemerintah Malaysia, melalui Kementerian Luar Negeri, mengecam aksi kekerasan yang dilakukan warganya kepada para tenaga kerja Indonesia dan negara lainnya.

Kasus teranyar, TKI Winfaidah (26) disiksa dengan disiram air panas dan disetrika tubuhnya. Tak hanya itu, korban juga diperkosa berulang kali oleh majikannya.

“Pemerintah Malaysia dengan keras mengecam segala bentuk kekerasan terhadap para pekerja, tanpa memperhatikan asal negara atau sektor pekerjaan,” ujar Menlu Anifah Aman dalam pernyataannya yang dikutip AFP, Rabu (22/9/2010).

Anifah juga mengaku menyayangkan insiden kekerasan kerap terjadi, meski seruan kepada warganya untuk menghindari kekerasan, terus diberikan. Dia juga mengkhawatirkan insiden seperti ini akan merusak hubungan dengan negara tetangga.

Pada Juni tahun lalu, Kementerian Tenaga Kerja RI secara resmi menghentikan pengiriman tenaga kerja rumah tangga ke Malaysia, menyusul maraknya kekerasan serta permasalahan upah dan jam kerja.

Anifah juga berjanji pihaknya akan lebih serius menuntaskan kasus-kasus menyangkut tenaga kerja, setelah muncul kritikan bahwa Malaysia lamban memproses warganya yang melakukan kekerasan.
Jakarta Tenggelam Tahun 2012?


Kenapa Jakarta Terancam Tenggelam?
Rabu, 22 September 2010 - 11:03 wib Tri Kurniawan - Okezone




 JAKARTA – Rumor bahwa Jakarta akan tenggelam pada 2012 menyita perhatian banyak pihak. Karakteristik tanah yang tak stabil membuat Ibu Kota ini terancam mengalami kejadian secara sporadis.

Peneliti dari Indonesia Water Institut (IWI) Firdaus Ali mengatakan, untuk mendapatkan tanah keras di Jakarta harus di kedalaman 25 sampai 40 meter. Jadi, lanjut dia, saat ini mayoritas masyarakat Jakarta berada di atas permukaan lumpur.

“Semakin lama akan menjadi penurunan dan itu sangat berbahaya. Penyebab lainnya adalah beban bangunan di Jakarta saat ini terlalu besar,” ujar Firdaus, kepada okezone, Rabu (22/9/2010).

Dia menambahkan, gerakan tektonik sangat berpengaruh pada kondisi tanah Jakarta. Kendati skala gerakan terbilang kecil, namun hal tersebut cukup berpengaruh kepada pergeseran tanah di Jakarta sebesar 87 persen.

“Faktor yang terpenting adalah penggunaan air tanah yang berlebihan. Hal ini memberikan pengaruh sebesar 17 persen. Pengaruhnya memang kecil, tapi jika tidak segera ditanggulangi akan berakibat besar. Persoalan ini sering dikesampingkan,” tandas akademisi Universitas Indonesia ini.

Firdaus mengulas, Mexico City dan Bangkok juga pernah mengalami masalah seperti ini. Namun, mereka langsung tanggap dan langsung diatasi. Kala itu, Mexico City butuh waktu 40 tahun untuk mengalihkan penggunaan air bawah tanah ke air permukaan.

”Saat ini kondisi paling rawan memang Jakarta Utara. Di sana jika ingin membuat bangunan tiang pancangnya paling tidak harus sampai 40 meter. Selain itu, Jakarta Pusat juga rawan. Ini dikarenakan penggunaan air bawah tanah yang berlebihan,” pungkasnya.

Saturday, September 18, 2010

Pembunuhan kejam Sosilawati 2: Dipukul guna kayu kriket

bharian online 2010/09/18





PENGARAH Jabatan Siasatan Jenayah, Datuk Seri Mohd Bakri Mohd Zinin (tengah), menunjukkan kertas kenyataan media polis pada sidang akhbar mengenai kes pembunuhan jutawan kosmetik Allahyarhamah Datuk Sosilawati Lawiya dan tiga individu lain di Ibu Pejabat Polis Daerah Dang Wangi di sini, semalam. Hadir sama Timbalan Pengarah JSJ (Penyiasatan/Perundangan) Bukit Aman, Datuk Acryl Sani Abdullah (kiri) ; Timbalan Pengarah JSJ (Risikan/Operasi) Bukit Aman dan Datuk Hadi Ho Abdullah.Polis sahkan suspek utama tidak pernah dikurnia Datuk



KUALA LUMPUR: Polis buat pertama kali semalam mendedahkan cara pembunuhan kejam jutawakosmetik, Datuk Sosilawati Lawiya dan tiga rakannya yang diikat, sebelum dipukul dan ditikam berkali-kali hingga mati sebelum mayat mereka dibakar. Pengarah Jabatan Siasatan Jenayah (JSJ) Bukit Aman, Datuk Seri Mohd Bakri Zinin pada sidang medianya, berkata abu mayat semua mangsa kemudian dibuang ke beberapa sungai sekitar Tanjung Sepat, Morib di Banting bersama barang peribadi mangsa untuk menghapuskan bukti. Beliau berkata, pengakuan itu dibuat oleh empat pekerja ladang persendirian milik seorang peguam dan ahli perniagaan yang mendakwa dirinya ‘Datuk’ yang kini menjadi suspek utama pembunuhan kejam yang dirancang rapi itu.

Keempat-empat pekerja terbabit dikatakan terlalu taksub kepada suspek utama hingga sanggup membunuh pengasas produk kecantikan Nouvelle Visages itu bersama pemandu peribadinya, Kamaruddin Shansuddin, 44; peguam, Ahmad Kamil Abdul Karim, 32, dan perunding kewangan CIMB Bank, Noorhisham Mohamad, 38.

Mohd Bakri juga mengesahkan pemeriksaan polis mendapati suspek utama tidak pernah dikurniakan gelaran Datuk oleh mana-mana negeri.

Setakat ini katanya, polis sudah menemui bat (kayu pemukul) kriket dan sebilah pisau di beberapa lokasi berhampiran tempat kejadian, dipercayai digunakan untuk membunuh ahli perniagaan terbabit dan tiga rakannya.

“Berdasarkan pengakuan pekerja berkenaan, beberapa barangan peribadi milik mangsa turut ditemui di sekitar tempat kejadian.

“Ini termasuk barang kemas, jam tangan dan telefon yang boleh membantu siasatan kes. Penemuan dua kereta mewah jenis BMW, masing-masing milik Sosilawati dan peguamnya juga adalah petunjuk untuk mengheret suspek ke muka pengadilan. Kita yakin mempunyai bukti kukuh bagi mengaitkan suspek utama dengan kes ini,” katanya.

Bagaimanapun Mohd Bakri menafikan keempat-empat mangsa disembelih, selain dakwaan suspek utama memelihara anjing pembunuh di ladang persendirian miliknya dan menganggap perkara itu boleh mengganggu kelancaran proses siasatan.

“Dakwaan kononnya mangsa disembelih, suspek sudah bunuh 17 mangsa, mangsa diumpan cek tertunda, sungai dipenuhi tulang (manusia), anjing pembunuh dan beberapa dakwaan lain menggunakan sumber adalah spekulasi semata-mata. Ini langsung tidak menggambarkan kejadian sebenar.

“Yang pasti, soal siasat yang dijalankan ke atas suspek, semua mangsa dibunuh dengan diikat sebelum dipukul dan ditikam hingga mati, kemudian dibakar dan abu mereka dibuang ke sungai. Jangan suka-suka buat andaian hingga mengganggu kelancaran proses siasatan,” katanya.

Hadir sama Timbalan Pengarah JSJ (Penyiasatan/Perundangan) Bukit Aman, Datuk Acryl Sani Abdullah; Timbalan Pengarah JSJ (Risikan/Operasi) Bukit Aman, Datuk Hadi Ho Abdullah dan Ketua JSJ Kuala Lumpur, Datuk Ku Chin Wah.

Bagaimanapun, beliau enggan mengulas apabila ditanya sama ada mayat keempat-empat mangsa dikerat sebelum dibakar, selain terdapat senjata tertentu, termasuk parang digunakan untuk mengerat semua mayat berkenaan.

“Itu sedang kita siasat,” katanya.

Beliau turut mengesahkan hanya lapan suspek ditahan setakat ini dan siasatan lanjut sedang dijalankan bagi mengenal pasti jika ada suspek lain terbabit dalam kes itu.

“Aset suspek utama turut dibekukan untuk proses siasatan. Suspek juga disahkan tidak meminta apa-apa wang tebusan daripada keluarga mangsa sebelum ini," katanya.

Katanya, perintah reman tiga daripada lapan suspek akan tamat esok, manakala lima lagi termasuk peguam terbabit disambung sehingga 23 September bagi membantu siasatan mengikut Seksyen 302 Kanun Keseksaan kerana membunuh.

“Orang ramai perlu faham bahawa proses pendakwaan kes itu adalah dalam bidang kuasa Peguam Negara dan menjatuhkan hukuman sama ada suspek bersalah atau tidak adalah kuasa mahkamah, bukannya polis,” katanya.

Friday, September 17, 2010

 Pembunuhan kejam Sosilawati: Bertelingkah hasil jualan tanah RM29 juta
dari bharian online



LOKASI kes pembunuhan Sosilawati dan tiga individu lain di Ladang Gadong, Tanjung Sepat.


KUALA LUMPUR: Pembunuhan Datuk Sosilawati Lawiya dan tiga rakannya dikatakan dirancang rapi oleh suspek utama kes itu selepas timbul masalah wang hasil jualan sebidang tanah di Pulau Pinang milik mereka dan dua lagi rakan kongsi.

Tanah seluas 12 hektar bernilai RM25 juta itu dibeli secara kongsi oleh keempat-empat mereka pada 24 Mac 2008 dan dikatakan dijual kepada seorang ahli perniagaan di Selangor pada harga RM29 juta, tahun lalu.

Pembelian dan penjualan tanah itu difahamkan dikendalikan sepenuhnya oleh suspek utama yang juga peguam dan bertindak sebagai broker berikutan pengalaman luasnya sebagai pengamal undang-undang, terutama dalam urusan berkaitan jual beli tanah. Seorang rakan kongsi tanah itu memberitahu Berita Harian, mereka membeli tanah tepi pantai berkenaan untuk tujuan pelaburan dengan Sosilawati menjadi pelabur terbesar.

“Atas persetujuan bersama, kami berempat termasuk suspek berkongsi membayar modal RM2.5 juta sebagai bayaran pendahuluan 10 peratus untuk membeli tanah itu.

“Apabila tanah itu dijual pada 2009 dengan harga RM29 juta, kami sepatutnya berkongsi keuntungan RM4 juta, bagaimanapun kami tidak menerima pulangan yang dijanjikan daripada peguam terbabit sehingga kini, kecuali modal,” kata ahli perniagaan bergelar Datuk itu yang tidak mahu namanya disiarkan.

“Kami pernah bertanyakan hal itu kepada suspek, namun dia memberikan alasan proses penjualan tanah belum selesai... ada kaveat ke atas tanah itu menyebabkan proses menukar nama tidak dapat dilakukan tanpa perintah mahkamah.

“Malah, suspek sentiasa menjelaskan kepada kami bertiga proses itu bukan mudah dan mengambil masa kerana membabitkan banyak prosedur mahkamah, selain meminta kami bersabar,” katanya.

Ahli perniagaan itu berkata, kali terakhir mereka berempat bertemu kira-kira dua bulan lalu bagi membincangkannya, bagaimanapun suspek memberi alasan urusan berkenaan belum selesai.

Beliau mengaku mereka berempat sebagai rakan kongsi selalu berhubungan melalui telefon.

“Saya terkejut membaca mengenai kehilangan Sosilawati, disusuli berita pembunuhannya yang dikaitkan dengan peguam kami. Lebih mengejutkan cara Sosilawati dibunuh bersama tiga yang lain,” katanya.

Sosilawati, pengasas produk kecantikan, Nouvelle Visages; pemandu peribadinya, Kamaruddin Shansuddin, 44; perunding kewangan CIMB cawangan Kampung Baru, Noorhisham Mohammad, 38, dan peguamnya, Ahmad Kamil Abdul Karim, 32, dipercayai dibunuh dan dibakar di sebuah ladang di Banting sebelum abu mereka dibuang ke dalam Sungai Panchau, pada 30 Ogos lalu.

Sementara itu, seorang lagi ahli perniagaan bergelar Datuk berasal dari Selangor mengesahkan beliau yang membeli tanah berkenaan pada harga RM29 juta daripada mereka berempat, tahun lalu.

Beliau yang meminta identitinya dirahsiakan, bagaimanapun menjelaskan bayaran tanah itu masih belum selesai sepenuhnya berikutan prosedur mahkamah.

“Setakat ini, saya sudah membayar wang pendahuluan 10 peratus (RM2.9 juta) dan hanya menunggu proses kelulusan untuk bayaran penuh,” katanya mengesahkan sudah menerima beberapa dokumen daripada suspek berhubung pembelian tanah itu dan percaya semua proses mengikut saluran undang-undang.

Saturday, September 4, 2010

PGM tidak guna kekerasan terhadap pegawai Indonesia: Isa

Berita Harian Online 2010/09/04


KUALA LUMPUR: Pasukan Gerakan Marin (PGM) tidak sewenang-wenang menggunakan gari terhadap rakyat asing yang ditahan mencerobohi perairan negara, kata Komander PGM, Datuk Isa Munir.

Beliau berkata, PGM hanya akan menggari individu yang terbabit dalam jenayah seperti pembunuhan atau rompakan, bukannya terhadap mereka yang mencerobohi perairan. Merujuk insiden 13 Ogos lalu yang menimbulkan salah faham segelintir kumpulan di Indonesia sehingga melancarkan protes terhadap Malaysia, Isa menafikan PGM bertindak kasar seperti didakwa. Dalam insiden itu, PGM menahan tiga pegawai penguatkuasa Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia kerana memasuki perairan negara serta menahan tujuh nelayan Malaysia.

Polis Malaysia telah didakwa melepaskan beberapa das tembakan ke arah pegawai penguatkuasa Indonesia ketika kejadian dan selepas ditangkap, mereka digari serta dibogelkan.

Isa yang menafikan dakwaan itu, menjelaskan bahawa pihaknya hanya melepaskan dua das tembakan menggunakan "flare-gun" yang hanya mengeluarkan percikan seperti bunga api dan bukannya peluru, sebagai tanda amaran.

"Pistol ringan atau pistol signal biasanya digunakan untuk menerangi kawasan, dan bagi mengeluarkan cahaya untuk memberi amaran kepada bot di perairan, ia bukan seperti pistol biasa yang mempunyai peluru.

"Kita tidak akan sesekali melepaskan tembakan berpeluru secara melulu selagi tidak berasakan nyawa kita terancam dan mengikut prosedur," katanya ketika dihubungi.

Beliau berkata, PGM juga tidak menggari mereka sejurus tangkapan itu tetapi terpaksa mengikat tangan seorang daripada pegawai penguatkuasa republik berkenaan dengan tali setelah dia bertindak agresif.

"Kebiasaannya kami yang mengawal perairan tidak membawa gari. Gari hanya akan dibawa dalam operasi, terutama dalam memerangi aktiviti keganasan dan jenayah.

"Tetapi kita terpaksa mengikat tangan salah seorang daripada mereka kerana kita tidak mahu dia bertindak lebih agresif...kita ambil langkah terbaik dengan tidak melakukan sebarang kekerasan terhadap mereka," katanya.

Mengenai dakwaan kononnya pegawai Indonesia itu dibogelkan, Isa berkata seorang daripada mereka menyorok di bilik enjin ketika ditahan dan keadaannya ketika itu memang sudah hampir bogel dengan hanya berseluar dalam.

Isa turut mempersoalkan tindakan penguatkuasa Indonesia itu yang melarikan diri ketika didekati PGM selepas mereka menahan lima bot nelayan Malaysia.

Berdasarkan Sistem Penentu Kedudukan Global (GPS), beliau berkata nelayan Malaysia masih berada di perairan negara ketika kejadian.

"Sebelum itu, PGM mendapat maklumat bahawa nelayan kita ditahan (oleh polis Indonesia) dan apabila kita periksa melalui GPS, kita dapati mereka berada di dalam kawasan kita, lapan batu dari Tanjung Punggal, dalam wilayah Malaysia," katanya.

Beliau berkata, pada kebiasannya, jika ada nelayan asing mencerobohi perairan negara, PGM akan mendekati mereka dan memberi arahan supaya keluar secara baik.

"Selalunya kita mendekati mereka dan bertanya kepada mereka... mungkin mereka masuk tanpa disengajakan," katanya.

Beliau turut mengingatkan nelayan Malaysia agar memasang dan menggunakan GPS supaya dapat mengetahui di mana koordinat mereka dan tidak melepasi sempadan perairan negara.

"Kebanyakan bot-bot nelayan, termasuk pukat tunda, kini menggunakan GPS, kita hanya dapat menjejak mereka jika berlaku kecemasan sekiranya mereka mempunyai GPS.

"Kebanyakan mereka arif mengenai kawasan perairan, meskipun begitu, sebagai langkah berjaga-jaga, kita galakkan mereka menggunakan GPS dalam memastikan bahawa mereka tidak akan melepasi sempadan negara lain," katanya. - BERNAMA

Friday, September 3, 2010

Zahrain cabar Jahabar Sadiq


Oleh RAJA SYAHRIR ABU BAKAR
syahrir.bakar@utusan.com.my


KUALA LUMPUR 2 Sept. – Ketua Pegawai Eksekutif (CEO) The Malaysian Insider, Jahabar Sadiq diminta menjelaskan hubungannya dengan pemimpin Benteng Demokrasi Rakyat Indonesia (Bendera) bagi memastikan tiada unsur pengkhianatan dilakukan ke atas Malaysia.

Ahli Parlimen Bayan Baru, Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim berkata, ‘hubungan’ di antara Jahabar yang juga ketua pengarang portal berita propembangkang itu dengan pemimpin Bendera mungkin boleh membetulkan keadaan yang berlaku disebabkan kempen anti-Malaysia anjuran pertubuhan itu.

“Saya mendapat tahu Jahabar ada hubungan dengan tiga pemimpin kanan Bendera iaitu Mustar Bona Ventura (Koordinator Bendera), Adian Napitulupu dan Serdi Semaun.

“Mungkin hubungan itu bersangkut-paut dengan siri provokasi dan penghinaan ke atas kepentingan Malaysia di Indonesia atau Jahabar sekurang-kurangnya boleh menasihatkan Bendera mengenai hal itu jika benar mereka ada kaitan,” katanya kepada Utusan Malaysia di sini hari ini.
 Malaysia tidak perlu terikut-ikut rentak pelampau Indonesia

Utusan Malaysia Online


"KENAPA muda-mudi kita tidak mengambil tindakan membuang najis dan memijak-mijak Sang Saka Merah Putih." Itulah ayat terakhir dalam berita (Utusan Malaysia 28 Ogos) mengenai reaksi Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan, Datuk Seri Dr Rais Yatim terhadap demonstrasi kumpulan Bendera di Jakarta.

Memanglah perbuatan kumpulan Bendera itu sangat menghina bangsa dan negara kita. Kepala kita seperti dipijak-pijak. Muka kita terasa disembah najis! Muda-mudi kita bukanlah seperti kumpulan Bendera. Kita tak perlu bertindak bodoh dan tidak waras. Kita boleh saja bila-bila masa pun melempar najis dan memijak bendera Indonesia di kedutaan mereka di Jalan Tun Razak. Akan tetapi kita tidak patut menjatuhkan maruah dan darjat kita sama seperti anggota kumpulan Bendera di Jakarta itu. Lagi pun tak ada gunanya 'menunjukkan berani' kepada Indonesia.

Tahun lalu, Bendera mengumumkan rancangan menawan negara kita pada 8 Oktober. Mereka akan menghantar pasukan 1,500 orang untuk menyerang kita melalui darat, laut dan udara. Serangan ini akan diikuti pula dengan pasukan yang kedua. Mereka akan berkerjasama dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) dan pelajar Indonesia yang berada Malaysia.

Dengan penuh kebanggaan diberitahu pula, sepuluh orang perisik telah dihantar ke Malaysia untuk melakukan pengintipan dan menyediakan pelan pertempuran. Satu "perang terbuka" dan "pertempuran sengit" akan berlaku "seperti yang kamu tonton dalam peperangan di TV".

Dalam bulan September kita dapat menyaksikan dalam majalah dan TV di Indonesia gambar-gambar menunjukan para sukarelawan mereka, dengan semangat menyala-nyala, berlatih menggunakan panah, tombak dan pedang dan mempelajari ilmu kebal. Mereka bersiap sedia untuk menyerang negara kita.

Ini adalah angan-angan orang tidak siuman. Sebab itulah serangan khayalan itu tidak berlaku. Yang berlaku ialah 'serangan' TKI, terutama melalui pelabuhan Kelang dan Melaka. Tiap-tiap hari, ketika demonstrasi maki hamun Malaysia di Medan dan Pekan Baru, rombongan TKI yang berkumpul di Pekan Baru, Dumai dan Batam terus 'menyerang' negara kita.

Nyatalah kumpulan itu hanya mampu berdemonstrasi gila-gilaan saja. Jadi eloklah kita biarkan saja mereka berdemonstrasi sepuas hati sepanjang tahun. Mereka mungkin akan menyerang dan membakar kedutaan, stesen Petronas, bank dan kantor syarikat-syarikat kita di sana.

Kita serahkan kepada pemerintah Indonesia untuk menangani rakyatnya. Namun kalau mereka bertindak sampai ke situ, kita pun ada jawapannya. Kita bukanlah orang bacul seperti yang mereka sangka.

Kata Tun Dr. Mahathir Mohamad, "Orang ini, dia tidak ada pelajaran. Dia bodoh. Sebab itulah dia buat macam itu." Lagi pun mereka tidak ada kerja. Demonstrasi akan memberikan kepuasan, melupakan penderitaan hidup dan frustrasi dan ada upahnya.

Hubungan saya dengan Indonesia cukup lama - semenjak tahun 1950 melalui buku-buku angkatan Pujangga Baru. Saya pun belajar di sana selama tiga tahun. Ramai cerdik pandai, pejuang kemanusiaan, budayawan dan penulis terkenal adalah teman baik saya.

Saya pun tertawan oleh keindahan alam dan seni-budaya Indonesia, lalu berulang ke sana setiap tahun. Maka mengerti jugalah sedikit sebanyak masalah manusia di Indonesia. Sebab itulah saya rasa, tidak wajar ikut perangai liar kumpulan Bendera.

Menurut Duta Besar Indonesia di Malaysia, "Demonstrasi merupakan satu perkara biasa di Indonesia." Tetapi kita tidak mahu demonstrasi jalanan- apa lagi sambil memekik "Allahu Akbar" - seperti yang pernah diamalkan oleh sebuah parti pembangkang beberapa tahun lalu- jadi "satu perkara biasa" pula di negara kita."

Lagi pun generasi muda kita, ada banyak tugas lain yang lebih penting daripada berdemonstrasi di depan kedutaan Indonesia. Kita pun boleh membangkitkan kemarahan rakyat Indonesia, tetapi itu kerja bodoh dan sia-sia. Kita hidup dalam abad ke-21, zaman internet, bukan zaman jahiliah.

Ada banyak tindakan "berhemah" yang boleh dilakukan - oleh rakyat dan kerajaan kita. Kalau penghinaan ini-- terutama melalui media massa - berterusan, elok juga kita mulakan tindakan yang wajar dan selaras dengan undang-undang negara kita.

Bukan hendak melawan demonstrasi yang sudah "jadi perkara biasa" di sana, tetapi untuk menunjukkan kita juga ada maruah dan harga diri, walaupun kita negara kecil.

Kepada Datuk Rais, ingin saya sarankan agar Kementerian Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan sendiri atau diserahkan kepada syarikat swasta membuat suatu siri dokomentari yang menunjukkan "serangan" dan "kesenangan hidup" pendatang Indonesia di negara kita. Dokumentari ini juga perlu menunjukan kesibukan keluar masuk warga Indonesia melalui pelabuhan dan lapangan terbang kita setiap hari.

Perlu juga satu episod yang menunjukkan perubahan hidup yang dicapai oleh keluargaTKI yang telah mencari rezeki di negara kita. Ada ribuan contoh di Pulau Jawa.

Dokumentari ini bukan suatu serang balas, tetapi suatu gambaran realiti yang positif. Dan jika TV Indonesia benar-benar hendak bekerjasama dengan kita - seperti yang diumumkan - mintalah mereka menyiarkan dokumentari ini. Kita menghargai persahabatan, bukan permusuhan.

NOOR AZAM

Kuala Lumpur